Rabu, 01 Januari 2014

Deskripsi Morfologi Jahe Emprit


 Jahe Emprit
Jahe Emprit
Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu dari temu - temuan suku Zingiberaceae yang menempati posisi sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Jahe berperan penting dalam berbagai aspek berupa kegunaan, perdagangan, kehidupan, adat kebiasaan, kepercayaan dalam masyarakat bangsa Indonesia yang sifatnya majemuk dan terpencar-pencar. Jahe juga termasuk komoditas yang sudah ribuan tahun digunakan sebagai bagian dari ramuan rempah-rempah yang diperdagangkan secara luas di dunia ini.  Walaupun tidak terlalu menyolok, penggunaan komoditas jahe berkembang dari waktu ke waktu, baik itu mengenai jumlah, variasi, kegunaan maupun mengenai nilai ekonominya. 

Jahe emprit atau Zingiber majus Rumph, dikenal juga dengan nama jahe Sunti. Ciri utama jahe emprit terletak pada bentuk rimpangnya yang kecil, rata cenderung pipih dan tidak mengembung. Jahe jenis ini bisa ditemukan dalam warna putih dan dalam kondisi tertentu berwarna kuning. Serat jahe emprit bertekstur lembut dengan aroma yang tidak tajam. Tetapi jahe emprit dilengkapai rasa yang jauh lebih pedas ketimbang jahe gajah atau badak. Kandungan gingerol, zingeron, dan shogaol yang dimiliki jahe emprit memang lebih tinggi ketimbang jahe gajah. Hal ini yang menyebabkan rasa pedasnya lebih dominan. Secara umum, tanaman jahe emprit sama saja dengan jenis jahe lainnya. 

Sistem budidayanya juga sama, dikembangkan melalui metode vegetatif yakni stek pada tunas baru yang tumbuh di bagian rimpangnya. Berdasarkan pada sifatnya, jahe emprit sering dijadikan bahan obat herbal dan bumbu makanan. Rasa pedasnya memang memberi sensasi hangat yang jauh lebih baik. Sayangnya, aromanya yang tidak sekuat jahe gajah membuat jahe emprit jarang digunakan untuk produk seperti permen jahe, jelly jahe, sirup jahe dan lain-lain. Jahe emprit (bersama jahe merah) paling populer digunakan sebagai bahan untuk membuat produk ekstrak oleoresin dan juga minyak atsiri.


  
A.    Habitus
Jahe tergolong tumbuhan semak yang memiliki umbi batang dan rimpang. Akar jahe berbentuk bulat, ramping, berserat dengan warna putih terang sampai dengan coklat. Akar keluar dari garis lingkaran sisik rimpang. Batangnya merupakan batang semu yang terdiri dari pelepah daun yang berpadu (Rostiana et.al.,1991). Jahe emprit memiliki batang semu, dengan warna batang hijau muda berbentuk bulat dan agak keras. Daunnya berwarna hijau muda berbentuk lanset dengan kedudukan daun berselang-seling teratur. Jumlah daun pada jahe emprit berkisar antara 20 - 28 helai. Jahe emprit memiliki rimpang relatif kecil, bentuknya pipih, berwarna putih sampai kuning, seratnya agak kasar dan rasa pedas (Rostiana et.al.,1991).Menurut Syukur (2002) jahe putih kecil memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0.5 – 0.7 kg per rumpun. Stuktur rimpang jahe emprit kecil dan berlapis. Jahe emprit memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 1.50 - 3.50 %. Kadar serat 6.59% dan kadar pati 54.70%. Bunga jahe terbentuk langsung dari rimpang. Bunga jahe umumnya berbentuk tabung sari semu yang menyerupai mahkota bunga (Puseglove et al., 1981). Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 cm hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna kekuning-kuningan. Bibir buah dan kepala putik ungu.

      B.     Habitat
Jahe tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500 hingga 950 meter. Untuk bisa berproduksi optimal, dibutuhkan curah hujan 2500 hingga 3000 mm per tahun, kelembapan 80% dan tanah lembap dengan PH 5,5 hingga 7,0 dan unsur hara tinggi. Menurut Djakamihardja et al. (1986) dalam Effendi dan Hidayat (1997), suhu optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan jahe adalah 25 – 30oC. Suhu yang lebih tinggi dari kisaran tersebut akan menghambat pertumbuhan dan merugikan. Sedangkan dibawah kisaran tersebut mengakibatkan umur tanaman semakin panjang, sehingga waktu panen menjadi mundur. Tanaman jahe tersebar di daerah tropis, di benua Asia dan Kepulauan Pasifik.  Akhir – akhir ini jahe dikembangkan di Jamaica, Brazil, Hawai,Afrika, India, China dan Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Thailand dan Indonesia. Jahe tumbuh di Indonesia ditemukan di semua wilayah Indonesia yang ditanam secara monokultur dan polikultur (Hasanah, et al., 2004).
Dalam dunia perdagangan, penamaan jahe didasarkan kepada daerah asalnya, misal jahe Afrika, jahe Chochin atau jahe Jamika. Sejak 250 tahun yang lalu, jahe di Cina sudah digunakan sebagai bumbu dapur dan obat. Di Malaysia, Filipina, dan Indonesia jahe banyak digunakan sebagai obat tradisional.  Sedangkan di Eropa pada abad pertengahan, jahe digunakan sebagai aroma pada bir (Hardianto, 2005). Daerah utama produsen jahe emprit di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis dan Subang), Banten (Lebak dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa Timur (Malang Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun ), Bengkulu dan lain-lain (Hasanah, et. al, 2004). 

Deskripsi Jahe Emprit

 1.      Akar
Akar pada jahe emprit berbentuk rimpang (rhizoma). Rimpang (rhizoma) sesungguhnya adalah batang beserta daunnya yang terdapat di dalam tanah, bercabang - cabang dan tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu tumbuhan baru. Sistem perakaran pada jahe emprit merupakan akar serabut. Akar pada jahe emprit ini berwarna putih.
 2.      Rimpang (rhizoma)
Rimpang (rhizoma) sesungguhnya adalah batang beserta daunnya yang terdapat di dalam tanah, bercabang - cabang dan tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu tumbuhan baru.
Rimpang (rizhoma) adalah penjelmaan batang dan bukan akar, dapat dilihat dari tanda-tanda berikut :
 Beruas – ruas, berbuku – buku, akar tidak bersifat demikian
              - Berdaun, tetapi daunnya telah menjelma menjadi sisik – sisik
                  - Memiliki kuncup – kuncup
Ruas jahe ini kecil, agak rata dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3.27 – 4.05 cm.
           3.      Batang
Batang yang tumbuh di atas tanah pada jahe emprit merupakan batang semu yang terdiri dari pelepah daun yang berpadu (Rostiana et.al.,1991). Jahe emprit memiliki tinggi batang semu berkisar  41.87 - 56.45 cm dengan warna batang hijau muda berbentuk bulat dan sedikit keras. Tetapi pada saat tanaman jahe sudah tua, jahe emprit memiliki batang sejati yang berwarna hijau, bulat dan keras yang bercirikan pada saat pelepah daun pada batang dikelupas, terdapat sisa batang yang tidak dapat di kelupas lagi. 
 4.      Daun
Daun jahe emprit merupakan daun tunggal dengan kedudukan daun berselang-seling teratur. Panjang daun pada jahe emprit mencapai 17.4 - 19.8 cm, lebar daun mencapai 1,3 – 2 cm dengan luas helaian daun 24.9 - 27.5 cm.
 5.      Bunga
Perbungaan malai tersembul dari tanah. Berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit. Merupakan bunga majemuk. Panjang malai 3,5 – 5 cm lebar 1,5 – 1,75 cm gagang bunga hampir tidak berbulu panjangnya 25 cm, rahis berbulu panjang sisik pada gagang  terdapat 5-7 buah, berbentuk lanset. Letaknya berdekatan atau rapat hampir tidak berbulu panjang sisik 3 – 5 cm.
Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik. Bunga daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah panjangnya 2,5 cm lebar 1 – 1,75 cm. mahkota bunga berbentuk tabung dengan ukuran 2 – 2,5 cm helaiannya agak sempit berbentuk tajam berwarna kuning kehijauan. Kepala sari berwarna ungu dengan panjang 9 mm. tangkai putik ada 2.

Daftar Pustaka
Allard, R.W. 1988. Pemuliaan Tanaman (Diterjemahkan oleh Manna). Bina Aksara. Jakarta
Gardner, P.F.R.B. Pearce dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Hakim. 1986. Fisiologi Tanaman. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Hasanah, M., Sukarman, dan D. Rusmin. 2004. Teknologi Produksi Benih Jahe, Plasma nutfah dan Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat XVI(1): 9−16.
Lawrence, G.H.M. 1958. Taxonomy of Vascular Plants. The MacMillan Company. Newyork.
Muhlisah, F. 1999. Temu - Temuan dan Empon - Empon. Kanisius. Yogyakarta.    





Tidak ada komentar:

Posting Komentar